Umat manusia sesungguhnya sangat merindukan hidup dan kehidupan yang dijiwai, diwarnai dengan perlakuan yang serba adil (meletakkan sesuatu sesuai benar dengan tempat yang sesungguhnya. Adil bukan dengan rekayasa/kepalsuan dan lain sebagainya). Dalam menentukan, memutuskan perkara baik yang menyangkut perorangan demikian yang menyangkut kelompok, baik yang telah memeluk Islam demikian yang belum beragama Islam, pokoknya semuanya diperlakukan dengan seadil-adilnya dan sehalus-halusnya. Karena itu adalah salah satu nama-Nya yakni: Al-'Adl: Maha Adil dan Al-Lathiif: Maha Halus. Muslim menjunjung tinggi dan mengamalkan makna dua nama itu agar terjauh dari: kedzaliman, kedurhakaan, kenistaan dan kekerasan, kesombongan.
Jadi, adil jika hal tersebut masalah jabatan, maka seseorang didudukkan karena sesuai dengan keahliannya, pengalamannya, kewajarannya dilihat dari sosiologi, bukan karena pertimbangan perasaan dan lain sebagainya. Sangat meyakinkan secara umum bahwa dengan dasar keadilan dan kehalusan dalam meletakkan semua perkara hidup dan kehidupan serta kemasyarakatan, maka pasti berakibat suatu kemajuan dan kemakmuran yang membahagiakan semua pihak dan lapisan bahkan melestarikan alam semesta pada umumnya.
Jadi, adil jika hal tersebut masalah jabatan, maka seseorang didudukkan karena sesuai dengan keahliannya, pengalamannya, kewajarannya dilihat dari sosiologi, bukan karena pertimbangan perasaan dan lain sebagainya. Sangat meyakinkan secara umum bahwa dengan dasar keadilan dan kehalusan dalam meletakkan semua perkara hidup dan kehidupan serta kemasyarakatan, maka pasti berakibat suatu kemajuan dan kemakmuran yang membahagiakan semua pihak dan lapisan bahkan melestarikan alam semesta pada umumnya.
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quraan) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al An’am (6): 115).
Tentu saja kita biasa menerima short message service (SMS) lewat handphone (HP) sehingga kita sangat yakin bahwa saat tersebut ada sesuatu yang datang dan masuk ke dalam HP kita, namun sungguh tidak ada seorang pun di antara kita yang pernah melihat barang, benda yang datang tersebut, masalahnya ia halus, maka tentu lebih dari itu adanya Allah Swt. yang Maha Halus lagi dari apa yang digambarkan di atas Ia berkuasa dengan tidak dibatasi waktu dan ruang, walaupun tidak dapat ditangkap panca indra, sekalipun dengan alat teropong, atau alat deteksi lainnya yang paling sempurna.
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (Q.S. Al Mulk (67): 14).
Ada sedikit komentar bahwa menurut buku dan pengalaman waktu kami (penulis) bersama Norma Patiroi, isteri menunaikan ibadah haji pada tahun 2003 dan buku yang jadi pegangan bahwa pintu-pintu Masjidil Haram itu semuanya 95 buah yang dihitung dari pintu “Babul Malik Abdul Aziz (pintu Raja Abdul Aziz) yaitu pintu no. 1 (satu) dan diakhiri dengan pintu Sullam Malik Abul Aziz (tangga Raja Abdul Aziz) yaitu pintu ke nomor 95 (sembilan puluh lima)” diyakini bahwa dari manapun kita masuk dan keluar dengan niat ibadah, maka mutlak Allah Swt. memberikan penilaian dan balasan apa yang kita amalkan karena Allah Swt. tidak pernah lengah atas apa saja yang diperbuat oleh para hamba-Nya, siang atau malam.
Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al Baqarah (2): 149).
Suatu amalan, usaha yang sangat baik dan tepat jika pribadi sebagai seorang muslim senantiasa dengan penuh tekad meyakini, memiliki dan mengamalkan keadilan dan kehalusan dalam menjalankan semua amalan ibadah terhadap Allah Swt. bahkan sesungguhnya hal tersebut merupakan perintah Allah Swt. yang harus, wajib ditunaikan bagi setiap muslim.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. An Nisaa (4): 58).
Sebagai akhir tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa dengan iman dan pengamalan pada asmaul husna yang ke 29 dan 30 yakni: Al-'Adl: Maha Adil dan Al-Lathiif: Maha Halus, sehingga muslim kokoh dan tahan dalam sikap penuh keadilan dan penuh kehalusan pada semua amalannya.
Adil (meletakkan sesuatu sesuai benar dengan tempat yang sesungguhnya. Adil bukan dengan: rekayasa, kepalsuan dan lain sebagainya).
Semoga.
Semoga.
Saudaraku, saya pai tarbiyah IAIN SUKA Yk 1983 dan sebagai asisten Al Islam Fekon UII Yk. 1979 - 1983, insya Allah usaha sampai.
BalasHapus