Muslimin dan muslimah senantiasa menghendaki kelapangan, kelancaran semua usaha yang ia tunaikan, ia senantiasa berharap agar semuanya selalu mendapatkan kemudahan, ridha, bahkan ia tidak menghendaki adanya kesulitan, kesesatan dari Al Baasith (Maha Melapangkan), Al Khaafidh (Maha Merendahkan). Kehendak/harapan tersebut memang ada kewajaran, kesesuaian dengan bacaan yang menjadi kewajiban membacanya pada setiap rakaat ibadah shalat sehingga jika dihitung sesuai dengan jumlah rakaat shalat wajib dalam sehari semalam bagi muqim. Bacaan itu berjumlah sama dengan 17 rakaat. Tentu jumlah lebih banyak lagi jika ditambahkan dengan shalat-shalat sunnah seperti shalat sunnah: tahiyatul mesjid, rawatib, tahajjut/lail, witir, duha dan lain sebagainya, firman-Nya:
6. Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus, 7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9] (Q.S. Al Fatihah (1): 6-7). [8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik. [9] Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Hambatan yang sering terjadi dalam upaya mencapai kehendak tersebut di atas adalah kadang tidak seimbang doa/harapan dengan amal, karya/usaha, bahkan biasa harapan jauh terlalu besar dibanding realitas amal, kerja. Padahal sesungguhnya seruan Al Baasith, Al Khaafidh senantiasa mesti/harus keyakinan, iman diteruskan dengan amalan/tindakan yang benar dan terus-menerus, sepanjang akal Islami, tenaga masih ada, tidak ada hidup yang wajar tanpa iman dan amal Islami, dan mutlak rugi jika tidak demikian, firman-Nya:
1. demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al Ashr (103): 1-3).
Merupakan hukum alam, suatu kepastian, sunnah Al Baasith, Al Khaafidh, Dia mesti membalasi hamba-Nya sesuai dengan kadar amalan, usaha, karya, ibadah yang ia lakukan sesuai dengan niat, kesadaran, yang ia camkan dalam hatinya yang tulus saat akan mengerjakan dan sewaktu mengerjakan suatu amal ibadah. Al Baasith, Al Khaafidh tidak membedakan tentang siapa yang berbuat, beramal, pokoknya amal baik dibalasi dengan ridha-Nya dan amal jahat dibalasi dengan siksa-Nya, bahkan janji-Nya meluaskan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki, firman-Nya:
Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (Q.S. Ar Rad (13): 26).
Atas keberhasilan setan/thaghuth sehingga kadang ada umat yang sesungguhnya tertipu, ia merasa telah menumpahkan segala kemampuannya, waktunya, hartanya, tenaganya, jabatannya dalam usaha memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Sungguh ia termasuk orang yang rugi secara hakiki di akhirat, walaupun kadang memang nampak kemewahannya di dunia, tetapi di akhirat ia rugi dan celaka secara abadi. Disebabkan ia kufur terhadap ayat-ayat dan perjumpaannya dengan Al Baasith, Al Khaafidh, mereka berbuat, berkarya semata-mata hanya berpedoman pada keinginan hawa nafsunya, firman-Nya:
104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. 105. mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia[896], Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (Q.S. Al Kahfi (18): 104 – 105). [896] Maksudnya: tidak beriman kepada pembangkitan di hari kiamat, hisab dan pembalasan.
Atas kemutlakkan Kuasa dan Kehendak Al Baasith, Al Khaafidh, sehingga terwujudlah suasana hidup dan kehidupan yang sebagian nampak indah, tenang karena di sana senantiasa ada terdapat kelapangan, keridhaan dan di lain bagian di sana terwujud kesusahan, kerendahan dan bahkan kesulitan dalam segala hal hidup dan kehidupan. Pada dasarnya semua kejadian dan kenyataan tersebut adalah bukti nyata dari Kuasa mutlak Al Baasith, Al Khaafidh. Keduanya telah dijelaskan di atas, sisa penulis dan pembaca yang budiman perlu merenungkan diri dan yakin di mana posisi pribadi kita berada. Tentunya jika itu sudah sesuai dengan syariat-Nya, maka kita teruskan dan kembangkan, tetapi jika hal itu ada pada pertentangan dengan syariat, maka mesti kita segera bertaubat dengan seikhlas-ikhlasnya, firman-Nya:
1. Apabila terjadi hari kiamat. 2. Tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. 3. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain). (Q.S. Al Waqi’ah (56): 1 – 3).
Semoga.
Komentar
Posting Komentar