ASMAUL HUSNA (25-26) : MAHA MENGHINAKAN, MAHA MENDENGARKAN

Kewajaraan bagi seseorang jika dengan keyakinan ia berusaha dan memohon kepada Al Mudzillu (Yang Maha Menghinakan), As Sami’ (Yang Maha Mendengarkan), untuk dijauhkan dari kehinaan dunia terlebih kehinaan akhirat. Iapun memohon untuk diberikan kemampuan dalam ketajaman pendengaran sehingga ia mampu medengarkan semua yang dapat memberikan manfaat. Semua yang diyakini sesuai syariat Islam diteruskan/diamalkan. Dan jika itu bertentangan dengan syariat Islam wajib dijauhi/dimusnahkan. 
Kehinaan yang sangat memilukan dan memalukan sewajarnya senantiasa kita memohonkan perlindungan dari Al Mudzillu (Yang Maha Menghinakan), As Sami’ (Yang Maha Mendengarkan) yang terpokok adalah:
  • Kehinaan karena senantiasa kekurangan dalam pemenuhan bahan pokok hidup dan kehidupan. Sesungguhnya hal tersebut merupakan akibat dari ketidakmampuan mengamalkan perintah oleh Al Mudzillu, As Sami’ yakni membaca gejala alam. Sehingga pribadi yang bersangkutan menjadi miskin: ilmu, gagasan, semangat, keterampilan beramal yang berlanjut dengan miskin harta, kesehatan dan lain sebagainya, semuanya memastikan kehinaan baik di dunia terlebih di akhirat, firman-Nya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al ‘Alaq (96): 1-5). [1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

Mereka tidak mampu memakmurkan, menggarap bumi sebagai sumber dalam mengusahakan nafkah, rezeki, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, maka pastilah yang bersangkutan terhina baik di dunia terlebih kelak di akhirat, firman-Nya.
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al Baqarah (2): 29).  
Kehinaan karena ringannya timbangan kebaikan ke-Islam-an, kebaikannya yang benar dibanding dengan timbangan kedurhakaan, dosa pada saat hidup dewasanya, maka semuanya berakibat sebasgai berikut:
  • Saat berada dalam sakarat, menjelang meninggal dunia sehingga menjadi tak kuasa menahan pukulan dari malaikat pencabut nyawa (Izrail-Mencabut nyawa seluruh makhluk) perhatikan firman-Nya.
    28. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. 29. Atau Apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? (Q.S. Muhammad (47): 28-29).
  • Saat berada dalam alam kubur, tempat semua umat manusia yang telah meninggal menantikan, menunggu datangnya alam kebangkitan. Di sana sudah ada siksa dan demikian juga kenikmatan sesuai apa yang mereka lakukan di alam dunia, firman-Nya.
    Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat azab kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik. (Q.S. Az Zumar (39): 58). 
  • Kehinaan saat berada dalam kebangkitan, di sana terbagi dua keadaan, ada yang sengsara dan hina, ada juga yang puas dan nikmat semuanya menerima dengan adil hasil amalannya di dunia, firman-Nya:
    (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras. (Q.S. Al Hajj (22): 2). 
  • Kehinaan saat berada dalam akhirat, sehingga mutlak hanya menempati neraka secara abadi, sebagai balasan yang penuh keadilan dari Allah Swt. firman-Nya:8. dan Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, 9. Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. 10. tahukah kamu Apakah neraka Hawiyah itu? 11. (yaitu) api yang sangat panas. (Q.S.Al Qariah (101): 8 - 11).
Sangat mendasar bagi muslim, muslimah suatu keyakinan bahwa Al Mudzillu (Yang Maha Menghinakan), As Sami’ (Yang Maha Mendengarkan) yang mutlak dalam menentukan segala sesuatu yang berlaku secara mutlak bagi hamba-Nya baik yang menghinakan demikian yang memuliakan, firman-Nya
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Ali Imran (3): 26).

Pendengaran (indra untuk mendengar; telinga) bagi seseorang adalah merupakan suatu nikmat yang sangat menguntungkan bagi setiap pribadi, bahkan dengan pendengaran terhadap ketentuan Allah Swt. sehingga seorang dapat menjadi muttaqin yang dimuliakan oleh Al Mudzillu, As Sami’ sebagaimana yang tergambar pada firman-Nya sebagai berikut:
  • Telinga/organ tubuh, alat pendengar bagi umat manusia yang paling tepat mengantarkan aturan dari As Sami’ (Yang Maha Mendengarkan) kedalam hati untuk diterima, diyakini dan ditaati sehingga diberikan jaminan sebagai hamba yang penuh kemuliaan dan terjauh dari kehinaan, firman-Nya:
    Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya (405) yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi hati (mu). (Q.S. Al Maidah (5): 7). [405] Perjanjian itu ialah: akan mendengar dan mengikuti Nabi dalam segala keadaan yang diikrarkan waktu baiat. 
  • Seorang menjadi lebih hina/rendah daripada binatang ternak dan ia menjadi penghuni tetap neraka Jahannam disebabkan hatinya tidak mampu menundukkan mata dan telinganya untuk mendekatkan dirinya kepada aturan Al Mudzillu (Yang Maha Menghinakan), As Sami’ (Yang Maha Mendengarkan), sebagaimana firman-Nya:
    Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S. Al ‘Araf (7): 179). 
  • Hamba yang senantiasa menjaga dirinya agar selamat dunia yakni menikmati: ketenangan jiwa, keadilan, ke-Mahapenyayangan Allah Swt. Dan terlebih kelak di akhirat, maka mereka dengan penuh ketulusan mendekatkan diri lewat berbagai macam ibadahnya sambil memohon kepada As Sami’ (Yang Maha Mendengarkan), agar diberikan kemampuan yang benar/terjauh dari gangguan setan dalam menggunakan hati, mata dan telinga memahami, melihat dan mendengarkan syariat dari As Sami’, Yang Maha Mendengarkan, perhatikan firman-Nya:
    Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya[847] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al Isra’ (17): 1).
    [847] Maksudnya: Al Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan nabi-nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.
Semoga.








Komentar