ASMAUL HUSNA (35-36) MAHA MENERIMA SYUKUR, MAHA TINGGI


ASMAUL HUSNA (35-36) MAHA MENERIMA SYUKUR, MAHA TINGGI

Dengan keyakinan Islam dipahami bahwa jika seseorang tidak mensyukuri nikmat dari Allah Swt. maka seseorang tersebut akan  mudah berbuat sombong, membanggakan diri atas prestasi yang yang ia peroleh, ia lupa dan bahkan tidak mau mengakui bahwa semua hasil yang ia capai adalah atas keizinan dari Allah Swt. Perlakuan jiwa sombong tersebut, maka seseorang akan melakukan kesalahan yang membuat dirinya menjadi rugi, ia dijauhi orang lain dan lain sebagainya. Syariat Islam mengajarkan bahwa agar nikmat yang telah dicapai lebih berberkah dan ditambahkan manfaat nikmat dan keridhaan dari Allah Swt. maka yang bersangkutan mesti mensyukurinya. Hal pokok dalam syukur  yakni:
1.      Memahami dengan baik nikmat tersebut, dari segi sifatnya dll.
2.      Memelihara dengan baik nikmat tersebut, sehingga awet.
3.      Dan memanfaatkan dengan baik nikmat tersebut maka Allah Swt. menambahkan lebih banyak lagi nikmat tersebut.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q. S. Ibrahim (14): 7).

Dengan pribadi yang mewujudkan Asy Syukur, Yang Maha Menerima Syukur, maka sungguh indahlah hidup dan kehidupan itu sebab sarana, alat, baik menyangkut peribadi, keluarga demikian yang umum semuanya tahan, kuat, awet dalam penggunaannya sebab senantiasa dalam keadaan perawatan, pemanfaatan yang baik, terpelihara yang baik.  Misalnya:
1.      Jalan, baik yang kecil demikian yang jalan raya,
2.      Air minum, baik yang sumur biasa demikian yang perusahaan daerah air minum (PDAM),
3.      Listrik, baik yang instalasi rumah tangga demikian yang pengadaan pembangkit besar,
4.      Perbelanjaan, baik yang sifatnya kaki lima demikian yang sifatnya mall (pusat perbelanjaan),
5.      Kendaraan, baik yang sifatnya pribadi demikian yang sifatnya umum (mobil, kereta api, kapal laut, kapal terbang dan lain sebagainya),
6.      Pergaulan, baik yang sifatnya tingkat keluarga (yang masih seibu sebapak, hidup masih satu rumah) demikian yang sifatnya masyarakat bahkan negara dan dunia.

Semuanya terpelihara dengan baik dan sangat teratur adanya karena senantiasa mencerminkan nama Asy Syukur di bawah kepemimpinan pribadi baik yang tidak resmi demikian yang memang resmi misalnya kepala desa, lurah sampai kepala negara, presiden dan seterusnya ke tingkat yang lebih di atasnya lagi semuanya tidak membiarkan keterlantaran, kerusakan ditengah-tengah kepemimpinannya (itulah hakiki pribadi yang bersyukur pada Asy Syukur).
Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Q.S. Fathir (35): 30).

Dengan pribadi yang mewujudkan Asy Syukur, maka kualitas, mutu kepribadian semakin tinggi, yang jelas berlanjut kepada kualitas keluarga, masyarakat dan bahkan negara serta dunia semakin tinggi sehingga semakin memberikan kenikmatan hidup baik di dunia terlebih kelak di akhirat. Sewajarnyalah jika senantiasa bermohon kepada Al ‘Aliyy Yang Maha Tinggi agar dikaruniai nikmat untuk mewujudkan ketinggian dalam hidup dan kehidupan tersebut.
Yang mengetahui semua yang ghaib dan yang nampak; Yang Maha Besar lagi Maha Tinggi. (Q.S. Ar Rad (13): 9).

Ketinggian yang dijanjikan oleh Al ‘Aliyy Yang Maha Tinggi dicapai dengan penuh iman, keyakinan yang kuat sehingga ada ketulusan berpindah dari semua yang kurang baik kepada yang lebih baik, yang kurang sempurna kepada yang lebih sempurna, yang kurang cerdas kepada lebih cerdas (berilmu pengetahuan) dan sebagainya. Semua usaha berubah, berpindah, hijrah tersebut  ditunaikan dengan penuh kesungguhan, ketekunan, sehingga bila diperlukan mengorbankan harta, milik dan jiwapun.  Semuanya dituluskan hati menunaikannya dengan harapan hanya 1 (satu) yaitu mendapatkan keridhaan Al ‘Aliyy baik di dunia demikian di akhirat yang abadi.
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. At Taubah (9): 20).
Ketinggian martabat, sumber daya manusia seseorang memberikan motivasi, dorongan, semangat sehingga mereka senantiasa bersikap penuh semangat (tidak lemah). Penuh gembira tidak bersedih, penuh optimis, penuh harapan tidak ragu-ragu, mereka sangat terlatih dalam yakin dan percaya diri dalam hidup dan kehidupan yang senantiasa mereka lakukan sebagai tugas kewajiban dari Al ‘Aliyy dan lain sebagainya
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S. Ali Imran (3): 139).

Komentar