Bahan ini,
makna pokok yang dikandung 100 % kami
kutip sesuai aslinya, dengan harapan agar warga dan simpatisan
persyarikatan Muhammadiyah serta umat Islam pada umumnya, lebih mudah
menemukan. Terlebih lagi bagi yang masih bingung (karena mendengarkan ceramah
yang berbeda satu dengan lainnya) tentang cara berdiri setelah rakaat pertama dan cara duduk
bagi makmum
masbuq. Sekali lagi selaku anggota PDM Kota Parepare memuat
dalam blogspot bahan ini dan sering kali juga dijadikan bahan ceramah,
semata-mata dengan harapan di atas, kami yakin bahan ini sangat penting dalam
amalan ibadah khusus.
Pertanyaan:
Drs. H. Chamid Hilal, Muntilan
Magelang Jawa Tengah
(disidangkan
pada Jum’at, 16 Muharram 1429 H / 25 Januari 2008 M)
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Shalat merupakan ibadah yang utama
dalam Islam dan harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah dicontohkan
Rasulullah saw. Berkaitan dengan itu ada dua pertanyaan yang saya mohon
penjelasannya dari Majlis Tarjih dan Tajdid.
1.
Dalam pelaksanaan shalat ada
sebagian orang yang melakukan duduk iftirasy setelah sujud kedua pada rakaat
pertama kemudian berdiri dan ada pula yang tanpa duduk terlebih dahulu (terus
berdiri), dan biasanya dengan memanjangkan bacaan jalalah hingga beberapa alif
dari takbir intiqal. Mana yang lebih afdhal berdasarkan dalil?
2.
Apa yang harus dilakukan oleh makmum
masbuq ketika imam sedang duduk tawarruk, padahal ia belum melakukan duduk
iftirasy. Apa dalilnya?
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Jawaban:
1. Pertanyaan
yang saudara tanyakan senada dengan apa yang pernah ditanyakan oleh penanya
dari Padang dan Irian Jaya yag terdapat pada buku Tanya Jawab Agama jilid II
hal 64-65 dan Tanya Jawab Agama jilid IV hal 78. Untuk lebih jelasnya kami
sampaikan bahwa cara duduk dalam pelaksanaan shalat ada dua macam, yaitu duduk
tawarruk dan duduk iftirasy. Duduk tawarruk dilakukan ketika seorang melakukan
tasyahud akhir (tasyahud yang diakhiri dengan salam), sedang duduk iftirasy
dilakukan ketika duduk antara dua sujud, duduk sejenak ketika akan memasuki rakaat
kedua atau keempat setelah sujud yang kedua, dan ketika duduk tasyahud awal.
Adapun cara berdiri yang dilakukan ketika seseorang telah
melakukan sujud kedua dari rakaat ganjil adalah duduk sejenak dengan cara duduk
iftirasy terlebih dahulu sebelum memasuki pada rakaat berikutnya. Cara duduk
semacam ini didasarkan pada
hadits-hadits berikut:
a.
Hadits riwayat Malik ibn
al-Huwairits al-Laitsy
أَنَّهُ
رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَإِذَا كَانَ فِي
وِتْرٍ مِنْ صَلاَتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا. [رواه البخارى
والترمذى والنسائى وأبو داود]
Artinya: "Bahwa ia (Malik ibn al-Huwairits) melihat Nabi saw shalat, maka apabila beliau berada pada rakaat ganjil (rakaat 1 dan rakaat 3) dari shalatnya beliau sebelum berdiri duduk dulu sehingga lurus duduknya." [HR. al-Bukhari, at-Turmudzi, an-Nasai dan Abu Dawud]
b.
Hadits riwayat Malik ibn al-Huwairits
yang lain
.... وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنْ السَّجْدَةِ
الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ قَامَ. [رواه البخارى:
الأذان: كيف يعتمد على الأرض اذا قام من الركعة]
Artinya: “... apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua, beliau duduk dan menekankan (tangan) kepada tanah (tempat shalat) lalu berdiri." [HR. al-Bukhari]
Hadits pertama menjelaskan bahwa Malik ibn al-Huwairits
melihat (mengetahui) tata cara shalat yang diajarkan oleh Nabi, apabila beliau
berdiri setelah sujud kedua pada rakaat ganjil, yaitu rakaat pertama atau
ketiga beliau duduk istirahat (iftirasy) terlebih dahulu, setelah itu berdiri.
Sedangkan hadits kedua menjelaskan selain adanya duduk iftirasy sebelum berdiri
juga tentang cara berdiri untuk rakaat berikutnya dengan cara menekankan
(tangan) pada tempat shalat.
Dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan cara duduk dan
berdiri dari rakaat ganjil, tidak didapati keterangan yang menjelaskan tentang
memanjangkan lam jalalah yang berlebihan.
Dari hadits-hadits di atas dan beberapa syarahnya dapat
disimpulkan bahwa cara berdiri dari rakaat ganjil (rakaat pertama atau ketiga)
menuju rakaat genap (rakaat kedua atau keempat) dengan melakukan duduk iftirasy
(istirahat) terlebih dahulu kemudian berdiri dengan cara menekankan kedua
tangan pada tempat shalat. Dan bacaan takbir dan gerakan bangkit dari sujud
dilakukan seperti takbir lainnya dengan tidak memanjangkan lam jalalahnya.
2.
Adapun pertanyaan kedua, apa yang
harus dilakukan oleh makmum masbuq ketika imam sedang duduk tawarruk. Untuk
menjawab pertanyaan saudara perlu kami sampaikan bahwa dalam pelaksanaan shalat
jamaah ada beberapa ketentuan, diantaranya.
a.
Imam dalam shalat jamaah dijadikan
untuk diikuti makmum. Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِنَّمَا جُعِلَ
اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا وَلاَ تُكَبِّرُوا
حَتىَّ يُكَبِّرَ. وَاِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا وَلاَ تَرْكَعُوْا حَتىَّ
يَرْكَعَ. وَاِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَسْجُدُوا حَتىَّ يَسْجُدَ. [رواه
ابو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda: Sungguh bahwa imam itu diangkat untuk diikuti. Oleh karenanya apabila ia bertakbir, maka takbirlah kamu dan janganlah kamu bertakbir sehingga ia bertakbir. Dan apabila ia telah rukuk, maka rukuklah kamu, dan jangan kamu rukuk sehingga ia rukuk. Dan apabila ia telah bersujud maka bersujudlah kamu, dan jangan kamu bersujud sehingga ia bersujud.” [HR. Abu Dawud]
b. Makmum tidak dibolehkan mendahului imam dalam melakukan
gerakan dan bacaan imam.
c. Imam dan makmum
membaca ta'min (Aamiin) secara bersama-sama.
d.
Khusus bagi makmum masbuq (jamaah
yang ketinggalan/terlambat), apabila mendatangi
shalat jamaah dan mendapati imam sudah melakukan shalat, maka ia segera
melakukan takbir lalu mengerjakan gerakan atau bacaan yang dikerjakan imam, apabila
ia dapat melakukan rukuk bersama imam maka dihitung satu rakaat dan setelah
imam selesai salam maka ia menyempurnakan shalatnya. Ketentuan khusus bagi
makmum ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ali ibn Abi Thalib:
قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلاَةَ
وَاْلإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ اْلإِمَامُ. [رواه الترمذى]
Artinya: “Nabi saw bersabda: Apabila salah seorang dari kamu mendatangi shalat (jamaah) sedang imam berada dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia kerjakan sebagaimana apa yang dikerjakan oleh Imam. [HR. at-Turmudzi]
Dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi:
Syarh Sunan at-Turmudzi, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kalimat
"'ala haalin" yaitu dalam keadaan berdiri, rukuk sujud atau duduk. Dan yang dimaksud dengan kalimat "Falyashna'
kamaa yashna'ul imam" adalah hendaklah ia (makmum masbuq) menyesuaikan
dengan apa yang dilakukan oleh imam baik ketika keadaan imam sedang berdiri,
ruku, sujud atau lainnya, dan janganlah ia menunggu imam berdiri sebagaimana
yang dilakukan oleh orang-orang awam.
Dari hadits dan syarah di atas dapat
disimpulkan bahwa makmum masbuq hendaklah mengikuti apa saja yang dilakukan
oleh imam, dan diawali dengan takbiratul ihram karena sebagai pembuka
shalat.
Inti
jawaban dari pertanyaan kedua saudara adalah makmum masbuq ketika imam sedang
duduk tawarruk, hendaklah melakukan duduk tawarruk sebagaimana yang dilakukan
oleh imam tersebut.
Wallahu a'lam bishshawab. *A.56h)
Komentar
Posting Komentar