Pengertian: I’tikaf menurut bahasa artinya berdiam diri dan menetap dalam sesuatu.
Pengertian i’tikaf menurut istilah
dikalangan para ulama terdapat perbedaan.
Al-Hanafiyah (ulama Hanafi) berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri
di masjid yang biasa dipakai untuk melakukan shalat berjama’ah.
Asy-Syafi’iyyah (ulama Syafi’i)
i’tikaf artinya berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan
tertentu dengan niat karena Allah.
Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku Tuntunan Ramadhan menjelaskan i’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo
tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk
mengharapkan ridha Allah.
Ibadah i’tikaf disyariatkan berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
… فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (١٨٧)
.…
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf (115) dalam
masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Q.S. Al Baqarah (2): 187 ). [115]
I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan
niat mendekatkan diri kepada Allah.
Hadits
riwayat Aisyah R.A.
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ
مِنْ
رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ
مِنْ
بَعْدِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Bahwa Nabi Saw. melakukan
i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya)
sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau
melakukan i’tikaf setelah beliau wafat(HR. Muslim)
Waktu
Pelaksanaan I’tikaf:
I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan
Ramadhan. Di kalangan para ulama terdapat perbedaan tentang waktu pelaksanaan
i’tikaf, apakah dilaksanakan selama sehari semalam (24 jam) atau boleh
dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat).
Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada
waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya.
Al-Malikiyah i’tikaf dilaksanakan
dalam waktu minimal satu malam satu hari.
Dengan memperhatikan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1
jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu
sehari semalam (24 jam).
Tempat
Pelaksanaan I’tikaf.
Di dalam Q.S. Al-Baqarah (2):
187 dijelaskan: i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk
pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya. Sebagian
berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah
masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan
untuk pelaksanaan shalat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang
oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa
i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk
melaksanakan shalat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama
Hambali).
Diambil kesimpulan bahwa dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf
sangat diutamakan masjid jami (masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan shalat
Jum’at), dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.
Syarat-syarat
i’tikaf.
Untuk
sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat yang akan beribadah i’tikaf yaitu:
a.
Beragama Islam
b.
Sudah baligh,
baik laki-laki maupun perempuan
c.
Dilaksanakan di
masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa
d.
Hendaklah memiliki
niat i’tikaf
e.
Tidak
disyaratkan puasa, artinya orang yang tidak berpuasa
boleh melakukan i’tikaf
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi orang
yang beri’tikaf.
Para ulama sepakat bahwa
orang yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid tidak keluar
dari masjid. Namun demikian bagi mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf)
boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu:
a.
Karena ’udzrin
syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan shalat Jum’at.
b.
Karena hajah thabi’iyyah
(keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri maupun yang bukan naluri,
seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya.
c.
Karena sesuatu
yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.
Amalan-amalan
yang dapat dilaksanakan selama I’tikaf.
Dengan
memperhatikan beberapa ayat dan hadits Nabi Saw., ada beberapa amalan
(ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu:
a.
Melaksanakan shalat sunat, seperti shalat tahiyatul masjid, shalat lail dan lain-lain.
b.
Membaca
al-Qur’an dan tadarrus al-Qur’an.
c.
Berdzikir dan
berdo’a.
d.
Membaca
buku-buku agama.
Harapan, semoga dengan pelaksanaan I’tikaf, ibadah puasa kita semakin diberkahi oleh-Nya.
Sumber:Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, Pimpinan Pusat
Muhammadiyah
E-mail:
tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
Semoga.
Komentar
Posting Komentar