Perkara ibadah mengikuti (ittiba') petunjuk Allah dan Rasul-Nya sehingga terikat paling
tidak dalam kemungkinan empat hal sebagai berikut:
1. Tatacara.
Seperti shalat ( shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku (Muhammad Saw.) shalat
), disinilah pentingnya hati-hati jangan sampai dikira biasa-biasa saja
sehingga menambah atau mengurangi yang telah jadi ketentuan dalam satu ibadah
shalat misalnya, dan hal itu bisa bermasalah, Rasulullah Saw. bersabda.
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْ تُمُوْنِيْ أُصَلِّي
Shalatlah kamu sekalian sebagaimana
kalian melihat aku shalat. [HR Bukhari, Muslim, Ahmad].
Demikian juga pelaksanaan
ibadah Haji (ambillah tatacara haji kamu dariku), beliau Rasulullah Saw. bersabda.
خُذُوا
عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
Artinya : Contohlah cara manasik hajiku. [HR Muslim : 1297].
Maka siapa saja yang melakukan
suatu ibadat (seperti tersebut) yang tatacaranya berbeda dengan tatacara yang
dibawa, contohkan Nabi Saw. maka ibadatnya menjadi batal, lantaran bukan
beracuan pada perintah Nabi Saw.
...وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)
... Dan apa yang diberikan
Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Amat keras hukumannya. (Q.S. Al Hasyr (59): 7)
2. Tempat.
Bila sebuah ibadat yang pelaksanaannya dikhususkan pada tempat tertentu, maka tidak boleh melakukannya di tempat yang lainnya kecuali dengan dalil yang membenarkannya di tempat tersebut; seperti haji, thawaf di sekeliling ka’bah, sa’i di Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, melontar Jumrah di Mina, tidak boleh berhaji selain di Makkah.
3. Waktu ( zaman ).
Bila sebuah ibadat yang pelaksanaannya dikhususkan pada tempat tertentu, maka tidak boleh melakukannya di tempat yang lainnya kecuali dengan dalil yang membenarkannya di tempat tersebut; seperti haji, thawaf di sekeliling ka’bah, sa’i di Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, melontar Jumrah di Mina, tidak boleh berhaji selain di Makkah.
3. Waktu ( zaman ).
Bila suatu ibadat yang memiliki waktu tertentu yang tidak shah (pelaksanaannya)
kecuali di waktu tersebut, maka tidak boleh melakukannya pada waktu yang lain.
Karena mesti mengikuti Allah dan Rasul-Nya, dalam hal waktu (pelaksanaannya).
Seperti waktu berhaji, shalat lima waktu, pemyembelihan qurban dan aqiqah atas
kelahiran anak serta puasa pada Ramadlan, misalnya:
…فَأَقِيمُوا
الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
(١٠٣)
… Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. (Q.S. An Nisa (4): 103).
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٨٥)
(Beberapa hari yang ditentukan
itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (Q.S. Al Baqarah (2): 185).
4. Qadar ( ukuran ).
Bila syari’at telah menentukan ukuran tertentu untuk suatu ibadat, maka tidak boleh menambah atau menguranginya. Penambahan dan pengurangan ini tidak shah kecuali dengan dalil yang mengesahkannya. Karena bila tidak ada (dalilnya), hal itu tidak boleh. Seperti bilangan raka’at shalat lima waktu, bilangan melontar jumrah, bilangan thawaf, bilangan sa’i, nishab zakat dan lain-lain. Semua ini telah ditentukan ukurannya. Maka setiap muslim wajib mengikuti Nabi Saw. tentang ukuran tersebut.
لَقَدْكَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا (٢١)
Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah. (Q.S. Al Ahzab (33): 21).
Semoga ada
manfaatnya.
Komentar
Posting Komentar