30. TUNTUNAN HARI RAYA IDUL FITRI




Amal ibadah, menyambut Hari Raya Idul Fitri:

1.    Memperbanyak Takbir dalam rangka menyambut hari Idul Fitri dituntunkan agar orang memperbanyak takbir pada malam Idul Fitri sejak dari terbenamnya matahari hingga pagi hari ketika shalat Idul Fitri segera dimulai.

Takbir merupakan ekspresi kesadaran terhadap keagungan asma Allah dan kelemahan manusia di hadapan-Nya serta sebagai tanda syukur atas petunjuk yang diberikan-Nya. Selain itu takbir juga merupakan penampakan syiar agama Islam. Takbir dilakukan di masjid-masjid, di rumah-rumah, dan di jalan-jalan baik oleh mereka yang mukim maupun mereka yang musafir. Dalam pelaksanaan takbir di masyarakat lebih dikenal dengan sebutan takbiran, umat Islam diharapkan tetap dapat menjaga ketertiban umum.

Ucapan takbir itu adalah.

اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ

Allaahu akbar Allaahu akbar, Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil-hamd. Artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha besar, Allah Maha besar dan segala puji bagi Allah.

2.    Memakai pakaian rapi dan mungkin dengan wangi-wangian. Orang yang menghadiri shalat Idul Fitri dituntunkan agar berpenampilan rapi, memakai pakaian bagus dan wangi-wangian. Anjuran memakai pakaian bagus bukan berarti pakaian yang serba mahal dan baru, melainkan yang dipentingkan adalah kerapian dan kebersihannya sehingga bagus dipandang. Hari Idul Fitri, hari pernyataan syukur kepada Allah dan pengagungan asma-Nya. Penting di sini adalah kekhusyukan hati dan kekhidmatan qalbu dalam meresapi nilai-nilai kemuliaan dan kegembiraan Idul Fitri.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (٣١)
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid [534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan [535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Q.S. Al A’raf (7): 31).
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan shalat atau thawaf keliling Kakbah atau ibadat-ibadat yang lain. [535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
3.    Makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri. Berbeda dengan Idul Adha, untuk Idul Fitri orang yang hendak berangkat ke lapangan tempat shalat dituntunkan supaya terlebih dahulu makan pagi. Hal ini sesuai dengan sunnah yang dilakukan Nabi Saw.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغْدُو يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ
Nabi Saw. tidak berangkat ke lapangan pada hari raya Idul fitri hingga makan beberapa biji kurma.” (H.R. Ahmad 12268, Bukhari 953, dan yang lainnya).
4..Berangkat dengan berjalan kaki dan pulang melalui jalan lain, tentu menyesuikan keadaan, jangan memaksakan keadaan terhadap medan atau wilayah setempat.
Orang yang pergi shalat Idul Fitri, sebaiknya datang ke lapangan dengan berjalan kaki sambil bertakbir dan pulang dari shalat Idul Fitri melewati jalan lain dari yang dilaluinya ketika pergi, dengan maksud meningkatkan syiar, dakwah, sesuai dengan sunnah Nabi Saw.
            وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٨٥)
dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Q.S. al-Baqarah (2): 185).

Dari Jabir bin Abdillah Ra. Ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ     
“Artinya : Nabi Saw. pada hari raya, biasa mengambil jalan yang berlainan (ketika pergi dan ketika kembali dari lapangan)” [Hadits Riwayat Bukhari 986].
5.    Shalat dihadiri oleh semua umat Islam. Idul Fitri adalah peristiwa penting dan hari besar Islam yang penuh berkah dan kegembiraan. Oleh karena itu pelaksanaan shalat dihadiri oleh semua orang muslim tua, muda, dewasa, anak-anak, laki-laki dan perempuan, bahkan mereka yang pada saat itu terhalang untuk mengerjakan shalat, perempuan yang sedang haid, juga diperintahkan oleh Nabi Saw. supaya menghadirinya. Hanya saja mereka tidak ikut shalat dan tidak masuk ke dalam shaf shalat, namun ikut mendengarkan pesan-pesan Idul Fitri yang disampaikan oleh khatib.

Dari Ummu Athiyah Ra.:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
“Rasulullah memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan para wanita pada Idul fitri dan idul adha, yaitu para budak, wanita yang sedang haid serta wanita pingitan. Adapun wanita yang sedang haid keluar dari shalat. (dalam riwayat yang lain dari lapangan) dan menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Aku (Ummu Athiyah) mengatakan: “Wahai, Rasulullah. Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab”. Rasulullah Saw. Bersabda: “Hendaklah saudaranya memakaikan jilbabnya kepada saudaranya yang tidak memiliki jilbab.” (Dikeluarkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, no. 324, 971, 974, 980, 981, 1,652 serta Muslim dalam Shahih-nya, no. 980; Ahmad dalam Musnad (5/84,85); An Nasa’i dalam Al Mujtaba (3/180); Ibnu Majah dalam Sunan, no. 1.307 dan Tirmidzi dalam Al Jami’, no. 539.)
Semoga bermanfaat.

Komentar