Keluarga yakni wadah, tempat berkumpul
di dalamnya minimal:
- seorang suami, - seorang isteri, seorang dan atau
beberapa orang anak merupakan
tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai
yang paling intensip dan menentukan. Karena itu, menjadi kewajiban setiap
muslim untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah yang
dikenal dengan keluarga sakinah, penuh kasih sayang dan saling menghormati, penuh
kreatifitas yang nyata.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ
لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٢١)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar Rum (30): 21)
Keluarga-keluarga di lingkungan kaum
muslimin dituntut untuk benar-benar dapat mewujudkan keluarga sakinah di bawah pimpinan
suami yang penuh dorongan iman dan takwa yang terkait dengan pembentukan sumber
daya manusia, gerakan jamaah dan dakwah jamaah menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, tentunya dengan perencanaan yang matang disertai dengan ilmu dan keterampilan yang
dimiliki oleh suami selaku kepala rumah tangga.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ
حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا
عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا (٣٤)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri [289] ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka) [290]. Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya [291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya [292]. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S.
An Nisaa (4): 34).
[289] Maksudnya: tidak berlaku curang serta
memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290] Maksudnya: Allah telah mewajibkan
kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[291] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban
bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin
suaminya.
[292] Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri
yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila
nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila
tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang
tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah
dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling baik terhadap
keluarganya:
‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا
خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Sebaik-baik
kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang
paling baik bagi keluargaku” [H.R. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977 dari sahabat Ibnu
‘Abbas. Dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no: 285].
Camkan
selalu bahwa memberi nafkah kepada istri (keluarga) memiliki pahala yang besar:
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في سَبِيْلِ اللهِ وَ
دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في رَقَبَةٍ وَ دِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلىَ مِسْكِيْنٍ
وَدِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في على أهْلِكَ أعْظَمُهَا أجْرًا الَّذِي أنْفَتَهُ على
أهْلِكَ
Dinar
yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk
membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar
yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah dinar
yang engkau nafkahkan untuk keluargamu. (H.R. Muslim, Ahmad
dan Baihaqi)
Memberi nafkah kepada keluarga dinilai
sedekah:
مَا
أطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ
صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ وَالِدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ
زَوْجَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Apa
yang engkau berikan untuk memberi makan dirimu sendiri, maka itu adalah sedekah
bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan anakmu, maka itu adalah
sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan orang tuamu,
maka itu adalah sedekah bagimu. Dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan
isterimu, maka itu adalah sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk
memberi makan pelayanmu, maka itu adalah sedekah bagimu”. (H.R. Ibnu Majah,
2138; Ahmad, 916727; dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu
Majah, 1739.).
Semoga ada manfaatnya.
Komentar
Posting Komentar